Selasa, 10 Juli 2018

Ajaran Sunan Lawu

Ajaran lawu terukir dalam perjalanan spiritual yang masih dijalani hingga saat ini oleh para peziarah yang mendaki gunung lawu melalui candi ceto,awalnya jalur pendakian ini hanya digunakan kaum masyarakat kejawen yang menjalani laku serta napak tilas perjalanan prabu brawijaya v hingga dikenal sebagai sunan kalijaga karena diislamkan oleh Sunan Kalijaga
Ki Rekso Jiwo di bulak peperangan,gunung lawu, bersandar dibatu seperti piramid
Ki Rekso Jiwo di bulak peperangan,gunung lawu, bersandar dibatu seperti piramid

Prabu Brawijaya V menganut ajaran hindu siwa kejawen,dimana ajaran asli kejawen adalah pemahaman mendalam mengulas etika atau patrap,aturan dan laku hidup sesungguhnya,sehingga mampu mengikuti ajaran lain,karena kejawen bersifat netral
Ajaran yang terukir kuat dituangkan dalam rute atau jalur yang harus dilewati para pelaku kejawen dalam pengemblengan lahir batin untuk memperoleh kesempurnaan hidup,baik dunia maupun akhirat
jalur pertama adalah candi ceto,dimana candi ceto menjelaskan arti jelas atau gamblang,tentang asal usul manusia yang berasal dari bapak dan ibu yang terwujud dalam lingga yoni atau simbul siwa
Ki rekso jiwo menikmati suasana Gunung Lawu
Ki rekso jiwo menikmati suasana Gunung Lawu

Kemudian Saraswati,merupakan berkah kesehatan dan kasih sayang ibu dalam merawat anak sehingga tumbuh dan berkembang serta mampu melakukan aktivitas selayaknya manusia
Selanjutnya melewati candi kethek anoman yang bermakna nom noman atau masa muda,penuh semangat dan kurangnya perhitungan,sehingga masa masa itu penuh dengan kecerobohan,bagai lebu katiup angin atau debu tertiup angin,masa masa belum memiliki pendirian kuat,sehingga mudah terombang ambing keadaan
Pasar dieng atau pasar setan gunung lawu
Pasar dieng atau pasar setan gunung lawu

Sifat lebu katiup angin inilah wujud nyata dari jalur candi kethek hingga bulak peperangan,rute panjang menanjak penuh dengan debu,mengambarkan jiwa muda yang tanpa lelah menjalani perjalanan hidup
saat berada dibulak paperangan jati kumelut atau sabana luas,mengambarkan keluasan atau kelapangan fikiran sehingga mempunyai keinginan kuat mencari jati diri
setelah itu melewati pasar dieng atau pasar setan,dimana proses pencarian jatidiri dipenuhi kerikil dan batu sandungan dari nafsu diri atau setan,sehingga kewaspadaan lebih diperlukan dalam perjalanan selanjutnya
Siluet Ki Rekso jiwo nampak seperti Semar atau Sabdo palon,dipuncak lawu
Siluet Ki Rekso jiwo nampak seperti Semar atau Sabdo palon,dipuncak lawu

Setelah menaklukan pasar setan atau nafsu pribadi,sampailah pada Argo dalem atau gunung pribadi yang dalam,atau kesadaran tinggi sehingga mampu bersikap dan bertindak dengan baik dan benar selayaknya ksatria
Selanjutnya perjalanan harus dilanjutkan atau disempurnakan dipuncak tertinggi gunung lawu atau wukir mahendra pura siwa dimana tempat tersebut merupakan pertemuan Brawijaya V dan Sunan Kalijaga sehingga memperoleh pencerahan hakiki dan Prabu Brawijaya V diislamkan serta melepas ikatan rambut dikepala,berarti lepas sudah semua beban penderitaan lahir batin,dimana islam sesungguhnya rahmatan lil alamin,memberi keselamatan seluruh alam,lembut dalam sikap perbuatan dan tutur kata,mengingat ajaran islam menyempurnakan ajaran sebelumnya,sehingga tidak akan menghapus ajaran yang dilakukan atau dicontohkan pula nabi Muhammad SAW bertirakat atau tarekat dibukit sinai,jabalnur maupun digua qiro,masih banyak lagi ajaran yang dicontohkan nabi namun banyak orang tidak mau mempelajari
oelh sebab itulah Prabu Brawijaya V mau diislamkan Sunan Kalijaga dengan gelar Sunan Lawu,setelah memahami islam sesungguhnya yang murni tanpa dicampur adukan dengan Politik
demikianlah wejangan Ki Rekso Jiwo saat mendaki gunung lawu via ceto
whatshapp 089666616661

Minggu, 01 Juli 2018

Mendaki gunung batur bersama kriwil

Petualangan bersama kriwil kali ini,Ki Rekso Jiwo mengembleng kriwil mendaki gunung purba gunung batur,gunung kidul,jogjakarta
gunung geologi purba dimana dahulunya secara arkeologi merupakan gunung atau bukit purba yang dibawahnya mengalir sungai bengawan solo menuju laut selatan,menurut ilmu arkeologi,lempeng bumi mengalami pergeseran,sehingga ada penaikan daerah gunung kidul sehingga air bengawan solo berbalik arah menuju pantai utara jawa

Gunung batur merupakan gunung pendek atau bukit yang berada ditepi laut jawa,seperti halnya gunung sepikul ataupun gunung purba nglangeran,yang pernah Ki Rekso jiwo kunjungi hanya membutuhkan waktu sekitar 10menit hingga puncaknya,walaupun hanya bukit,namun susunan batu atau gunung ini tersusun dari batuan gunung berapi,walaupun dipinggir laut,secara logika seharusnya batuan kapur,namun alam geologi inilah yang menjadi salah satu penelitian para arkeologi

Sekalipun hanya seperti bukit dan hanya beberapa menit saja,namun jangan meremehkan tempat ini,mengingat didominasi oleh tanjakan yang lumayan membuat ngos ngosan walaupun terbiasa menaiki gunung 3000an mpdl,terlebih sambil membawa kriwil yang usianya baru 4 tahun,terlebih waktu itu menunjukan jam 1 siang

Walaupun gunung kecil,namun ditempat ini belum terlihat petunjuk arah yang jelas,sehingga harus bertanya pada tukang parkir dan warga yang berkebun digunung ini,seingat saya,dari parkiran naik menuju kandang sapi hingga rumpun bambu,lalu kanan,hingga ketemu kandang sapi lagi mengikuti jalur kiri,kemudian sampai naik batu besar yang seolah adalah puncak,namun masih belum puncak.lalu turun kekanan,melewati kebun singkong kearah menara swar,ditempat itu terdapat batu besar yang diberi tanda marmer bertuliskan hutan batur,itulah puncak sesungguhnya

Penjelajahan hutan gunung banyak bertemu dengan petani yang berladang singkong atau para pencari rumput untuk pakan ternak,dan mereka ramah ramah serta tak segan segan menunjukan jalan

Setelah mendaki batu terjal dan berangin lumayan kencang,sampailah pada puncak gunung batur yang ditempeli prasasti hutan batur,saat itu pandangan tertuju pada menara swar yang berada tak jauh dari tempat itu,yang dari kejahuan tadi sudah terlihat,sehingga mengundang kami untuk menuju kesana

ditempat itu kami bertemu kakek nenek yang sedang memanen singkong,dengan ramah menanyakan berbagai hal dan menunjukan jalur menara yang bisa dilalui dan dimasuki,sungguh indah pemandangan dan memuaskan hati,setelah dirasa cukup,perjalanan turun kembali dimulai,hingga bertemu dengan pencari rumput yang memberi petunjuk,bila kanan turun keparkiran,kalau kiri menuju Bukit pengilon
sekedar basa basi,karena penasaran dengan Bukit pengilon serta air terjun banyu tibo yang kondisi kemarau tidak mengalir airnya,dan diberitahukan bahwa letaknya turun hingga bukit ditepi laut dan atasnya terdapat gua
karena penasaran,petualangan dimulai kembali,dan ternyata menuruni bukit jaraknya berkali kali lipat daripada naiknya,sedangkan petunjuk jalan hanya ada botol minuman mineral yang disematkan dipepohonan sebagai petunjuk jalur yang harus dilalui,insting pencari jejak petualangpun bermain,sayangnya fasilitas belum memadai,jalan baru akan dicor dan belum ada yang berjualan dipanas matahari yang menyengat,saat lelah harus menuruni gunung menuju bukit pengilon,harus kembali naik keparkiran gunung batur dengan rute memutari gunung,jadi saya sarankan untuk menaiki gunung batur lebih baik langsung turun dan saat hendak mengunjungi bukit pengilon,lebih baik naik motor,sehingga tidak capek diperjalanan
selamat bertualang menikmati pemandangan alam gunung kidul