Senin, 25 Juni 2018

Bertualang diGunung Prau

Gunung prau menjadi tujuan liburan adila pimpi banesia,sebagai seorang bapak yang doyan bertualang  Ki Rekso Jiwo tentunya mengiyakan dan menemani sekaligus bertualang bersama anak pertamanya,mengingat anak perempuan,sekalipun sudah dididik bertualang dari gunung kegunung,namun untuk melepaskan petualangan digunung tidak akan dilepas begitu saja,mengingat besarnya tanggung jawab menjadi orang tua

Sampai pada saat nanti berumah tangga,tentunya tidak akan sebebas ini bertualang dari gunung kegunung seperti masa masa sekolah dibawah pantauan dan didikan orang tua.
Kembali kegunung prau,kali ini jalur yang dipilih melalui desa patak banteng,sebagai alasan,karena menggunakan aplikasi Gprs sampailah dijalur pendakian ini,mengurangi keribetan pastinya heheee

Perjalanan dari solo ke dieng desa patak banteng ditempuh selama kurang lebih 5 jam,dari solo jam 5 sore dan kurang lebih jam 10an malam sampai dibasecamp,untuk beradaptasi,sejenak mendaftarkan diri dan nyantai diwarung minum kopi hangat

Tak terasa waktu berjalan cepat dan jam 1pagi pendakian dimulai,agar tak ketinggalan sunrise,walaupun jalur pendek,namun karena belum mengenal medan gunung prau,sehingga belum bisa memprediksi dengan tepat
Diperkirakan sampai puncak paling lambat jam 5,alias pendakian santai

Perjalanan diawali dengan melewati perumahan warga dan tanjakan cor,kemudian melewati perkebunan kecil dan menaiki jalur batu ditata rapi,pemanasan yang lumayan menyenangkan pada setiap jalur pendakian gunung,jalur pemanasan tergolong pendek namun menjadi kejutan tersendiri

Pos pertama dinamakan sikut dewa,mungkin karena jalurnya menyiku tajam,jalur pendakian banyak terdapat tempat tempat beristirahat,yang pada siang ari dipakai untuk berjualan,pendakian kami lalui dengan sangat santai,mengingat banyaknya tempat yang bisa digunakan istirahat sejenak

Jalur pendakian berupa tanah merah sehingga perjalanan naik berdebu,sehingga dibutuhkan masker atau pelindung udara,agar tak terhirup keparu paru,rute bisa dibilang nikmat,mengingat pada jalur yang mendaki dipancang kawat sling untuk pegangan,tak terasa pos dua cangakan walangan  sudah sampai 
kemudian melewati jalur akar seperti cacing dari pos dua hingga pos 3 sehingga pos 3 dinamakan cacingan,mengingat banyaknya akar yang terlihat,jalur tanjakan yang menguras tenaga

Jalur pos 3 ke pos selanjutnya lebih menanjak,namun jika melewatinya pada siang hari akan terlihat telaga warna dari ketinggian,terlihat seperti batu jamrud,jalur peta yang diberikan serasa panjang,namun tak terasa sudah melewati pelawangan atau puncak dewa,mengingat kabut dan angin kencang mewarnai perjalanan,dan saat melewati pohon,seperti ujan deras

Suasana gelap kabut,pandangan hanya beberapa meter saja dan jalur tertutupi tenda,walaupun sudah berada dipuncak,namun seolah olah belum berada dipuncak,mengingat keadaan dingin angin berkabut,maka Ki Rekso Jiwo memutuskan mendirikan tenda,walaupun adila pimpi mengajak untuk melanjutkan sampai puncak tertinggi

keadaan gelap serta dingin mengharuskan untuk istirahat didalam tenda,menunggu sunrise,namun mengingat kabut tebal turun,hingga jam 11 siang matahari tak terlihat,setelah sarapan pagi barulah pendakian dilanjutkan kembali,dan tak disangka,hanya tinggal tak sampai 3 menit menaiki bukit,puncak tertinggi berada
pecahlah tawa Ki rekso Jiwo meledek anaknya,dan adilapun tersipu,ada pelajaran yang berharga disini,dalam keadaan apapun,janganlah terlalu memaksakan diri,lihat, amati serta nikmati keadaan,tetap waspada
karena pendakian bukanlah puncak yang menjadi tujuan,namun kembali pulang dengan selamat,itulah tujuan utama
jam 11 siang lebih sedikit,mentari bersinar dengan cerahnya,angin menyapu kabut,nampaklah keindahan alam pegunungan disekelilingnya,terbayar sudah perjalanan ini,dengan pesona indah alam semesta yang disuguhkan