Senin, 26 Juni 2017

Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan

Ki Ageng Giring III dimakamkan didesa Sodo paliyan,gunung kidul.keberadaannya berhubungan erat dengan sejarah mataram islam yang menjadi cerita tutur tinular atau dari ucapan yang menyebar,dikisahkan bahwa Ki Ageng Giring III merupakan keturunan raja majapahit dari Prabu Brawijaya IV dan Ki Ageng Pemanahan,adiknya merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya V ,karena runtuhnya majapahit,akhirnya anak keturunannya tercerai berai mengungsi hingga dikemudian hari berdirinya kraton pajang,mereka mengabdikan diri pada Sultan Hadiwijaya serta berguru pada kanjeng susuhunan Kalijaga

Hingga pada masa dimana wahyu keprabon oncat dari kraton pajang,Kemudian, Ki Ageng Giring III atau yang memiliki nama kecil Raden Mas Kertanadi mendapat bisikan perintah dari Susuhunan Kalijaga, disuruh  untuk mencari wahyu keprabon, pergilah Ia bersama Ki Ageng Pemanahan atau yang sewaktu masih kecil dipanggil Ki Bagus Kacung ini. Ditunjuk oleh Sunan keduannya untuk pergi ke wilayah selatan yang sekarang dikenal dengan sebutan Gunungkidul.
Ki Ageng Giring III menempati wilayah desa Sodo Paliyan, sedangkan Ki Ageng Pemanahan di desa Kembang lampir Panggang. Selama bertahun-tahun, ia bercocok tanam dan menyebarkan Agama Islam. Suatu saat ada perintah berupa bisikan suara lagi untuk menanam sepet kering (sabut kelapa) oleh Sunan kalijaga, kemudian ditanamlah sebuah sabut kelapa, lalu lambat laun tumbuh atau trubus tunas kelapa yang kemudian menjadi pohon kelapa.“Kemudian Berbuahlah pohon kelapa tersebut. Hanya Terdapat satu buah degan atau kelapa muda yang hijau dengan sebutan gagak emprit,” Sementara itu juga, Ki Ageng Pemanahan sedang bertapa atau semedi di Kembanglampir. Semedi ini juga bertujuan untuk mengetahui dan mendapat petunjuk keberadaan wahyu keraton. Pertanda wahyu keraton mulai ada,dengan munculnya bunga pada batang pohon mati kering.
Ki Ageng Giring III mendapat bisikan lagi yang berasal dari buah kelapa muda atau
 degan Gagak Emprit. Isi bisikan itu menyatakan bahwa siapa bisa meminum seketika sampai habis air kelapa muda Gagak Emprit maka keturunannya akan menjadi raja-raja di tanah Jawa.

Lantas buah tersebut dipetik lalu ditaruh di dapur,disebuah rak besar tempat menyimpan hasil tani atau ada juga untuk menyimpan peralatan dapur. Sebelum berangkat ke ladang, Ki Ageng Giring III berpesan kepada istrinya. “Nyi jangan ada yang meminum degan ini, ini sangat penting,”Ki Ageng Giring III berencana meminum degan tersebut saat pulang dari ladang, pada saat haus supaya terasa segar dan sekaligus agar dapat meminumnya sampai habis.
Sementara itu dalam semedinya, Ki Ageng Pemanahan juga mendapat wangsit bahwa wahyu keraton sudah diterima kakaknya Ki Ageng Giring III,setelah diberi gambaran bunga tumbuh dipohon kayu mati,selanjutnya ia jengkar atau menyelesaikan semedinya,kemudian bergegas menuju kediaman sahabat tuanya Ki Ageng Giring III di Sodo,untuk mengucapkan selamat dan ingin mengetahui Wahyu keraton tersebutSesampainya di rumah Sodo, Ki Ageng Pemanahan lantas menuju dapur karena haus dari perjalanan jauh,tahu bahwa di dapur ada sebuah degan di atas paga (tempat menaruh hasil tani), maka ia meminta ijin kepada Nyi Ageng Giring untuk meminumnya. “Mbakyu, Kang Mas dimana?, saya akan meminum air kelapa itu,” tanya Ki Ageng Pemanahan. “Jangan Dimas, nanti kakakmu marah,” jawab Nyi Ageng Giring.“Tidak apa-apa Mbakyu, kalau ada apa-apa saya yang bertanggung jawab", Ki Ageng Pemanahan memang sedikit memaksa, karena tahu bahwa wahyu kraton ada didegan tersebut,dari kesaktian dan ketajaman batin setelah bersemedi,sedang pada saat itu Ki Ageng Giring sedang jamas atau mandi di Kali Nyamat.
Begitu pula dengan Ki Ageng Giring III,melalui ketajaman batin,beliau pun merasa kecolongan, tahu dan sangat merasa kehilangan membuatnya menangis. Air mata yang menetes di bebatuan itu membuat batuan berlubang, retak atau pecah atau bahasa jawanya Gowang, sehingga di sungai tempat ia mandi hingga kini disebut Kali Gowang. Ini menjadi pengingat di mana saat Ki Ageng Giring III hatinya sedih, patah atau gowang. Lantas dikejarlah Ki Ageng Pemanahan oleh Ki Ageng Giring III, dengan maksud untuk meminta bagian keturunan dari wahyu keprabon kraton. Sembari berjalan dan terus mengejar, ia meminta kepada Ki Ageng Pemanahan, permintaan agar keturunannya dapat bergantian menjadi raja terus saja dilontarkan.
Gapura Kembang Lampir
Gapura kembang lampir
Pertanyaan demi pertanyaan mengenai keturunan ke berapa akan diberikan kepada keturunan Ki Ageng Giring III tak dijawab oleh Ki Ageng Pemanahan. Pengejaran atau perjalanan itu menuju ke arah barat. “keturunan ke-1 Dimas?,”,  “keturunan ke-2 Dimas?,”, “keturunan ke-3 Dimas?,” dan seterusnya tak dijawab. Setelah perjalanan sampai di Gunung Pasar wilayah Dlingo Bantul, keduanya berhenti,lalu Ki Ageng Pemanahan memberikan jawaban setelah pertanyaan sampai pada keturunan ke-7 dengan kelegaan.
“Mungkin sudah kodrat Tuhan Kang Mas, bahwa saya yang meminum air kelapa muda, yang kemudian akan menurunkan raja-raja, sedangkan Kangmaslah yang memetik dan menyimpannya atau yang mendapat wahyunya,” jawab Ki Ageng Pemanahan.setelah keturunan ke-7, wahyu akan diserahkan, atau keturunan sebagai raja agar berasal dari keturunan Ki Ageng Giring III. Setelah mendapat jawaban tersebut Ki Ageng Giring III puas hatinya lalu kembali pulang kerumah kediamannya, sedangkan Ki Ageng Pemanahan melanjutkan perjalanan ke Alas Mentaok, membabat alas atau membongkar hutan untuk dijadikan Kraton Mataram.
Pertapan Kembang lampir
Pertapan Kembang lampir
Di Gunung Pasar tersebut, masih ada hingga saat ini terdapat nisan atau kijing yang sesungguhnya bukan makam berjumlah tujuh,namun sebagai tetenger atau pertanda adanya perjanjian Ki Ageng Giring III dan Ki Ageng Pemanahan. Waktu berlanjut, Ki Ageng Pemanahan memiliki anak Panembahan Senopati sedangkan Ki Ageng Giring III punya anak Roro Lembayung.
Ki Ageng Pemanahan mendapat nasehat dari Ki Juru Mertani, bahwa walupun Ki Ageng Pemanahan dapat meminum degan sebagai wahyu Kraton, tetapi jika tidak bersatu dengan Ki Ageng Giring III tidak akan kuat memegang tampuk Kasultanan, maka Panembahan Senopati memperistri Kanjeng Roro Lembayung sehingga menurunkan Joko Umbaran atau Pangeran Purbaya di Wotgaleh, Berbah, Sleman.
Pangeran Purbaya atau julukannya Banteng Mataram itulah cucu dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring III, setelah itu menurunkan Sultan Agung Amangkurat dan akhirnya Pakubuwono di Surakarta Hadiningrat dan Hamengkubuwono di Yogyakarta. Sebenarnya hanya satu, yaitu Mataram di Surakarta tetapi karena olah licik Belanda dipecah menjadi dua pada perjanjian Giyanti, sehingga menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta.
Berdasarkan perjanjian ini, wilayah Mataram dibagi dua; wilayah di sebelah timur Kali Opak (melintasi daerah Prambanan sekarang) dikuasai oleh pewaris tahta Mataram (yaitu Sunan Pakubuwana III) dan tetap berkedudukan di Surakarta, sementara wilayah di sebelah barat (daerah Mataram yang asli) diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekaligus ia diangkat menjadi Sultan Hamengkubuwana I yang berkedudukan di Yogyakarta.
Sedangkan sejarah Desa Sodo berawal dengan ditemukannya makam Ki Ageng Giring III. Masyarakat setempat melakukan babat alas atau membuat jalan menuju makam, sehingga hingga saat ini ada tradisi babat dalan di wilayah Sodo, sedangkan nama Desa Sodo sendiri bermula dari kata Usodo atau berarti upaya berobat.
Setiap orang yang datang ke makam berdoa dan memohon kepada yang kuasa meminta obat, apakah ingin mendapat obat hati berupa ketentraman, dan lainnya. Perkembangannya, banyak yang datang berziarah atau untuk berdoa mendapat kemudahan dalam hal pekerjaan, pangkat atau karir, dan usaha bisnis serta yang lainnya. Biasanya makam Ki Ageng Giring III ramai pada malam Jum’at Kliwon, Selasa Kliwon dan Jum’at Legi.

whatshap Ki Rekso jiwo 089666616661

Sabtu, 24 Juni 2017

Makam Ki Ageng Sutowijoyo

Makam ki ageng sutowijoyo,berada didesa majasto kecamatan tawang sari kabupaten sukoharjo,dari arah kota sukoharjo kurang lebih 8KM kearah barat daya,menyebrangi jembatan Mbanmati keselatan,setelah menemukan pertigaan kebarat mengikuti jalur utama hingga menthok,makam yang terletak diatas bukit dan menurut cerita,kedalaman makam hanya setengah meter,namun tidak menimbulkan bau,sehingga tempat tersebut dinamakan Bumi Arum

Berdasarkan kisah legenda,babad,sejarah yang dituliskan pada serat centini,beliau merupakan keturunan majapahit dari Prabu Brawijaya V yang ke -107,pada masa runtuhnya kerajaan majapahit,anak keturunan majapahit tercerai berai hingga untuk menyembunyikan identitasnya,maka beliau memakai nama JOKO BODHO,saat bertemu dengan SUNAN KALIJAGA sejenak berguru kepadanya dan dikarena keadaan yang tidak memungkinkan sehingga,KI JOKO BODHO melanjutkan belajar agama islam ke pada SUNAN TEMBAYAT atau Ki Ageng Pandanaran
setelah menjadi musyafir melewati bukit Beluk,gunung Pegat dan dibukit TARUWONGSO mendapatkan wisik ghaib atau wahyu asmo atau nama pemberian gaib dengan nama KI AGENG SUTOWIJOYO

Ki Rekso jiwo sering kali melewati daerah ini saat nyekar dimakam eyang didaerah krajan tawang sari,namun pada kesempatan kali ini digunakan untuk mampir menziarahi makam salah satu waliullah yang menyebarkan agama islam didaerah sukoharjo ini yang merupakan ulama yang sakti mandraguna dan merupakan salah satu guru dari JOKO TINGKIR yang kemudian hari menjadi raja Kraton Pajang yang bergelar Sultan Hadiwijoyo

Perjalanan mendaki melalui anak anak tangga yang agak tinggi,namun tidak akan menimbulkan kecapekan,dari pintu gerbang gapura,selanjutnya akan bertemu musola yang biasa digunakan para berziarah bersembahyang maupun menginap jika menghendaki menginap disana,dan letak makam Ki Ageng Sutowijoyo berada disamping belakang musola,memang suasana tergolong sepi sehingga dapat berziarah,mendoakan arwah arwah yang bersemayam disana dapat lebih khusuk.

whatshap Ki Rekso Jiwo 089666616661

Jumat, 23 Juni 2017

Punden tambakboyo

Punden tambakboyo dikecamatan tawangsari,letaknya disebelah balai desa tambakboyo,merupakan salah satu punden yang dilestarikan warga hingga pemerintah,mengingat didalamnya terdapat batu andesit berbentuk seperti umpak atau batu penyangga tiang bangunan
Dahulu kala diceritakan bahwa awalnya berada dipinggir sungai bengawan,namun karena kerap kali mengganggu masyarakat yang hendak mandi atau mengambil air dibengawan solo,akhirnya disepakati bersama untuk dipindahkan ketempat yang lebih aman dan tinggi,namun pada saat diadakan kerja bakti yang dihadiri ratusan warga,tak ada yang bisa mengangkat atau menggeser batu tersebut
oleh karena kejadian yang tidak dapat dinalar tersebut,akhirnya sesepuh desa turun tangan dengan berdoa secara khushuk disana untuk memperoleh petunjuk,dan akhirnya ada tiga hal atau syarat yang harus dipenuhi untuk memindahkan batu tersebut
yang pertama adalah waktu yang digunakan untuk memindah adalah jumat kliwon,kedua harus diiringi tabuhan gamelan dan diselenggarakan tayuban oleh wanita cantik yang bernama nyai Sandung
sosok gaib yang memberitahukan syarat tersebut adalah kyai guno wijoyo.sosok orang tua yang kurus tinggi besar berpenampilan ala empu atau pendeta hindu,saat Ki Rekso Jiwo bermeditasi disana
oleh karena itulah para warga mencari informasi dimana Nyai Sandung berada dan hendak menanggapnya atau diserahi tugas untuk menghibur masyarakat dan guna keperluan mengangkat umpak batu tersebut

Acara bersih desa dilaksanakan tiap tahun pada hari jumat kliwon pada bulan antara agustus dan sebtember
menurut pendapat Ki Rekso Jiwo,batu umpak tersebut adalah yoni atau lingga yoni jika komplit,merupakan batu sembahyang umat hindu jaman dahulu yang memuja dewa siwa,dimana banyak sekali disekitar sukoharjo ditemukan lingga yoni dipinggir sungai,karena menurut keyakinan hindu,dewi gangga atau sumber air sungai gangga bersemayam dirambut dewa siwa,sehingga wajar jika penganut aliran siwa menempatkannya didekat sungai,terlepas kepercayaan masyarakat yang berbeda namun sungguh sangat penting sekali untuk diuri uri,tak hanya sebagai daerah pelestari tradisi dan budaya yang mana jika tidak dijaga dan dipertahankan akan tergerus oleh budaya manca

mengingat ada keyakinan beberapa orang yang meyakini pula jika daerah sukoharjo merupakan kerajaan malwopati yang rajanya angling darmo,mungkin ini salah satu peninggalan peninggalan diera setelah kraton walwopati ditinggalkan mengembara oleh Angling darmo
Mengingat pula banyak diceritakan jika wilayah sukoharjo kaya akan peninggalan hindu namun banyak yang tidak terlacak,karena belum banyaknya kesadaran akan pentingnya aset purba kala yang menjadi pengetahuan penting oleh anak cucu nanti

Terlepas dari itu semua,energi yang tersimpan dibatu tersebut memang luar biasa,dan dapat dilihat dari lemah punthuk atau tanah yang mengunduk diatas batu tersebut,menambah kesakralan dan kemistisan punden tersebut
whatshap Ki Rekso Jiwo 089666616661